Hukum dagang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum
yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama
lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis
dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk
Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu
peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang
mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa
jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut
dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh
kitab ini dan oleh hukum perdata.
Aspek Hukum Dalam Hutang Piutang
Hukum hutang piutang
Aspek-Aspek yang perlu diketahui dalam masalah hutang
piutang
Hutang
piutang adalah dalam koridor hukum perdata, yaitu aturan mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan orang yang lainnyadengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan atau pribadi.
Dalam
hutang piutang terdapat sekurangnya dua pihak kreditur(yang berpiutang) dan
debitur (yang berhutang).
Hutang
piutang di anggap sah secara hukum apabila dibuat suatu perjanjian tertulis
atau lisan dengan saksi.
Debitur
wajib untuksuatu prestasi,yang dapat berupa kewajiban berbuat (melunasi
hutang)atau tidak berbuat (ingkar janji pada hutangnya) sehingga disebut
wan-prestasi.
Prestasi
itu harus tertentu dan dapat ditentukan,wajib di ketahui dan ditetapkan
(perjanjian jelas), prestasi harus mungkin dan halal, serta prestasi harus
berupa perbuatan satu kali dengan sifat sepintas lalu (ada sebuah benda atau
berulang-ulang/terus meneruscontohnya pada sewa menyewa dan perjanjian kerja).
Tanggung
jawab perdata penghutang sifatnya menurun pada keluarga penghutang. Sifat hokum
pidana penghutang jika ada tuntutan maka berhenti sampai pada penghuutang,
tidak ke keluarganya.
Pemenuhan
perutangan itu bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya dan
atausesuai dengan harga yang dijaminkan.
Eksekusi
piutang tidak bisa dilakukan paksa dengan penyanderaan barang atau orang. Yang
benar adalan dengan sitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
Tidak boleh
ada ancaman terhadap penghutang, aka nada masalah pidana yang mana akan
menghanguskan hutang.
Perhutangan
tidak berhenti sendiri melainkan bersama sama dengan berakibat hukum dengan
perutangan lainnya.
2. Hukum Hutang
Piutang
a. Pasal pasal
yang berhubungan dengan hutang piutang , yaitu :
· Pasal
1313 KUHPerdata
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313
KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih."
Yang termasuk dalam prestasi (saling menguntungkan dan
tidak saling dirugikan),yaitu:
1. Sepakat
bagaimana menyerahkan/berbagi sesuat
2. Melakukan
sesuatu
3. Tidak
melakukan sesuatu
Persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah jika
salah satu tidak melaksanakan perjanjian tersebut maka timbul apa yang disebut
sebagai Wan-Prestasi.
· Pasal
1320 KUHPerdata
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4
(empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai
berikut:
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.
Suatu hal tertentu.
4.
Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
·
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Penggunaan istilah kredit juga diatur dalam UU No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dalam
pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”
· Pasal 224
Hezien Inlandsch Reglement
Menurut grosse Akta Pengakuan Hutang adalah salinan dari
suatu akta pengakuan hutang Notariil yang diberikan kepada yang berkepentingan.
Apabila grosse akta memenuhi ketentuan/syarat-syarat sebagaimana diatur dalam
pasal 224 HIR maka grosse akta tersebut
mempunyai kekuatan eksteritorial seperti halnya keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hokum yang tetap. Namun apabila Grosse akta tidak memenuhi
ketentuan atau syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR maka Grosse
akta tersebut cacat, Yuridis akta tersebut tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial sehingga apabila debitur wanprestasi atau lalai atas kewajibannya,
maka bank harus mengajukan gugatan perdata bisa melalui pengadilan.
· Pasal
1820 KUHPerdata
Perjanjian penanggungan utang diatur di dalam Pasal
1820-1850 KUHPerdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:“Suatu
perjanjian di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya
untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya”
(Pasal 1820 KUHPerdata)
b. Penghapusan
penanggunang hutang
1. Pasal 1381
KUHPerdata
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada 8 cara
hapusnya perikatan,yaitu :
·
Pembayaran
· Penawaran
pembayaran diikuti dengan penitipan.
·
Pembaharuan utang (inovatie)
·
Perjumpaan utang (kompensasi)
·
Percampuran utang.
·
Pembebasan utang.
·
Kedaluwarsa
· Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan
2. Pasal
1316 KUHPerdata
Jaminan perseorangan adalah adanya jaminan untuk
pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita
dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Hukum Kontrak kerjasama
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau
tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat.
Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata,
yang merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut
I. Syarat sah yang
subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a) Adanya
kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu
kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian
pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal
1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan
karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
b) Wenang /
Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang
melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat
kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang
menentukan bahwa ia tidak cakap seperti orang yang belum dewasa.
II. Syarat sah yang objektif
berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan
obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu
objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak
kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.
III. Kausa yang diperbolehkan / halal /
legal
Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak
dianggap sah, sebagai berikut:
a) Syarat sah
yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1. Objek /
Perihal tertentu
2. Kausa yang
diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan
b) Syarat sah
yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1. Adanya
kesepakatan dan kehendak
2. Wenang
berbuat
c) Syarat sah
yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata
1. Kontrak
harus dilakukan dengan I’tikad baik
2. Kontrak
tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
3. Kontrak
harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan
umum
d) Syarat sah
yang khusus
1. Syarat
tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
2. Syarat akta
notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
3. Syarat akta
pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
4. Syarat izin
dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu
Hukum Tentang Hubungan Karyawan/Buruh dengan perusahaan
organisasi
Tenaga kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang
dalam hal ini adalah pertumbuhan industri, sehingga kegiatan yang dilakukan
mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter
organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka 2
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa
Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan
nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa, dan pengendalian diri, serta sikap
mental dari pelaku dalam proses produksi yaitu sikap saling menghormati dan
saling mengerti serta memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Beginilah
hubungan ideal yang diinginkan antara pekerja dan pengusaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai serikat pekerja/serikat
buruh ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Pasal 1 ayat 1 UU No.
21 Tahun 2000 tegas dinyatakan bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan
maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya.
Melihat beberapa kententuan yang terdapat dalam UU No. 13
Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000, maka sudah seharusnya pekerja/buruh
membentuk suatu wadah yang terorganisasi dengan baik guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Selain daripada itu berikut dasar hukum yang menjamin
seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk serikat pekerja tanpa
perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau pihak-pihak lain :
1. UUD 1945
Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2. Konvensi ILO
No. 87 tentang kebebasan berserikat
3. UU No. 21
tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
Bahkan dalam pasal 5 UU No. 21 Tahun 2000 tegas
dinyatakan :
a. Setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh
Sedangkan dalam pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang
serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan bahwa, siapapun dilarang
menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau
tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan
serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
1. Melakukan
pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau
melakukan mutasi,
2. Tidak
membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh,
3. Melakukan
intimidasi dalam bentuk apapun;
4. Melakukan
kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam pasal 43 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang
serikat pekerja/serikat buruh disebutkan bahwa pihak yang menghalang-halangi
atau memaksa pekerja/buruh dalam pembentukan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja ataupun manakut-nakuti dikenakan
sanksi pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau
denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 500 juta.
No comments:
Post a Comment