Sunday, April 30, 2017

Pengertian, Prinsip Perdagangan Internasional (PENULISAN)

Pengertian Perdangangan Internasional

Menurut Sumantoro perdagangan internasional adalah the exchange of goods and services between nations, as used, it generally refers to the total goods and services exchanges among all nations. Intinya mengandung perngertian pertukaran seluruh barang dan jasa antara semua negara/bangsa. Istilah perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran barang / jasa / dan modal, modal antar penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain.
Adapun pengertian umum dari perdagangan internasional adalah kegiatan – kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perpindahan barang, jasa dan modal tenaga kerja, teknologi (pabrik) dan merek dagang.
 Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
Adapun prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur daalm GATT/WTO, meliputi:
1)      Prinsip Non-Diksriminasi (Non-Discrimination Principle)
Prinsip ini meliputi :
a.       Prinsip most favoured Nation
Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara – negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya – biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan
b.      Prinsip National Treatment
2)      Prinsip Resiprositas
Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi.
Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional.
3)      Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (prohibition of quantitative rectriction)
Hambatan kuantitatif dalam GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor secara sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung  tidak adil dan dalam prakteknya justru dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan internasional melalui WTO, menetapkan menghendaki transparansi dan menghilangkan jenis hambatan kuantitatif.  Jadi, jika ingin melakukan proteksi perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kouta sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan.
4)      Prinsip perdagangan yang adil (fairness principles)
Dalam perdagangan internasional, prinsip fairness ini diarahkan untuk menghilangkan praktik – praktik persaingan curang, dalam kegiatan ekonomi yang disebut dengan praktik dumping dan subsidi dalam perdagangan internasional.  
Maka, apabila hal diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk – produk yang di ekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang – barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi. 
5)      Prinsip tarif mengikat (binding tarif principles)
Setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif mengikat. Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tarif (bea masuk). Penerapan tarif impor mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
-  tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang impor) yang merupakan pengutan oleh negara untuk dijadikan kas negara. 
-   tarif untuk melindungi industri domestik dari praktik dumping yang dilakukan oleh negara pengekspor.
-  tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk ekspor.

HUKUM DAGANG (PENUISAN)

engertian Hukum Dagang Lengkap Definisi Menurut Para Ahli Internasional - Hukum Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan.
Pengertian Hukum Dagang

  • Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
  • Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan.
  • Hukum Dagang adalah ketentuan-ketentuan sebagian besar pengaturannya terdapat pada kodifikasi kitab undang-undang hukum dagang.
  • Hukum dagang yaitu hukum perikatan yang timbul spesial dari lapangan perusahaan.
  • Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. 

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :

  • Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
  • Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
  • Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
  • Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang istimewa.
  • Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdat dan perkataan dagang bukan suatru pengertian ekonomi.

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada
1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan 

  • KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia (W.K)
     
  • KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W) 

2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, Yakni : 
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. 
Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti : 

  • Persetujuan jual beli (contract of sale) 
  • Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire) 
  • Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Hukum dagang selain diatur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yangbelum di koodifikasikan) seperti : 

  • Peraturan tentang koperasi
  • Peraturan palisemen 
  • Undang-undang oktroi
  • Peraturan Lalu lintas
  • Peraturan maskapai andil Indonesia
  • Peraturan tentang perusahaan negara

Manusia yang berdagang disebut pedagang. Siapa pedagang itu ?
Dalam ketentuan lama dari pasal 2 s/d 5 kUHD disebutkan :

  • Pasal 2 : pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan pernaigaan ssebagai pekerjaannya sehari-hari.
  • Pasal 3 : perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual.

Hukum Perdata



Hukum dagang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .

Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).

Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Aspek Hukum Dalam Hutang Piutang

 Hukum hutang piutang

Aspek-Aspek yang perlu diketahui dalam masalah hutang piutang

        Hutang piutang adalah dalam koridor hukum perdata, yaitu aturan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lainnyadengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan atau pribadi.
        Dalam hutang piutang terdapat sekurangnya dua pihak kreditur(yang berpiutang) dan debitur (yang berhutang).
         Hutang piutang di anggap sah secara hukum apabila dibuat suatu perjanjian tertulis atau lisan dengan saksi.
         Debitur wajib untuksuatu prestasi,yang dapat berupa kewajiban berbuat (melunasi hutang)atau tidak berbuat (ingkar janji pada hutangnya) sehingga disebut wan-prestasi.
        Prestasi itu harus tertentu dan dapat ditentukan,wajib di ketahui dan ditetapkan (perjanjian jelas), prestasi harus mungkin dan halal, serta prestasi harus berupa perbuatan satu kali dengan sifat sepintas lalu (ada sebuah benda atau berulang-ulang/terus meneruscontohnya pada sewa menyewa dan perjanjian kerja).
         Tanggung jawab perdata penghutang sifatnya menurun pada keluarga penghutang. Sifat hokum pidana penghutang jika ada tuntutan maka berhenti sampai pada penghuutang, tidak ke keluarganya.
        Pemenuhan perutangan itu bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya dan atausesuai dengan harga yang dijaminkan.
        Eksekusi piutang tidak bisa dilakukan paksa dengan penyanderaan barang atau orang. Yang benar adalan dengan sitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
      Tidak boleh ada ancaman terhadap penghutang, aka nada masalah pidana yang mana akan menghanguskan hutang.
       Perhutangan tidak berhenti sendiri melainkan bersama sama dengan berakibat hukum dengan perutangan lainnya.
2.    Hukum Hutang Piutang
a.      Pasal pasal yang berhubungan dengan hutang piutang , yaitu :

·         Pasal 1313 KUHPerdata
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."
Yang termasuk dalam prestasi (saling menguntungkan dan tidak saling dirugikan),yaitu:
1.      Sepakat bagaimana menyerahkan/berbagi sesuat
2.      Melakukan sesuatu
3.      Tidak melakukan sesuatu
Persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah jika salah satu tidak melaksanakan perjanjian tersebut maka timbul apa yang disebut sebagai Wan-Prestasi.
·         Pasal 1320 KUHPerdata
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1.             Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2.             Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.             Suatu hal tertentu.
4.             Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
·         Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Penggunaan istilah kredit juga diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dalam pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”
·         Pasal 224 Hezien Inlandsch Reglement
Menurut grosse Akta Pengakuan Hutang adalah salinan dari suatu akta pengakuan hutang Notariil yang diberikan kepada yang berkepentingan. Apabila grosse akta memenuhi ketentuan/syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal  224 HIR maka grosse akta tersebut mempunyai kekuatan eksteritorial seperti halnya keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum yang tetap. Namun apabila Grosse akta tidak memenuhi ketentuan atau syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR maka Grosse akta tersebut cacat, Yuridis akta tersebut tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga apabila debitur wanprestasi atau lalai atas kewajibannya, maka bank harus mengajukan gugatan perdata bisa melalui pengadilan.
·         Pasal 1820 KUHPerdata
Perjanjian penanggungan utang diatur di dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:“Suatu perjanjian di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya” (Pasal 1820 KUHPerdata)

b.      Penghapusan penanggunang hutang

1.      Pasal 1381 KUHPerdata

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada 8 cara hapusnya perikatan,yaitu :
·         Pembayaran
·         Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
·         Pembaharuan utang (inovatie)
·         Perjumpaan utang (kompensasi)
·         Percampuran utang.
·         Pembebasan utang.
·         Kedaluwarsa
·         Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan

2.          Pasal 1316 KUHPerdata
Jaminan perseorangan adalah adanya jaminan untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.


Hukum Kontrak kerjasama

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut
                   I.          Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a)      Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
b)      Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap seperti orang yang belum dewasa.
         II.            Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.
      III.            Kausa yang diperbolehkan / halal / legal
Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, sebagai berikut:
a)      Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1.      Objek / Perihal tertentu
2.      Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan
b)      Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
1.      Adanya kesepakatan dan kehendak
2.      Wenang berbuat
c)      Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata
1.      Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik
2.      Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
3.      Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4.      Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
d)     Syarat sah yang khusus
1.      Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
2.      Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
3.      Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
4.      Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu

Hukum Tentang Hubungan Karyawan/Buruh dengan perusahaan organisasi

Tenaga kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam hal ini adalah pertumbuhan industri, sehingga kegiatan yang dilakukan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa, dan pengendalian diri, serta sikap mental dari pelaku dalam proses produksi yaitu sikap saling menghormati dan saling mengerti serta memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Beginilah hubungan ideal yang diinginkan antara pekerja dan pengusaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai serikat pekerja/serikat buruh ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000. Pasal 1 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tegas dinyatakan bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Melihat beberapa kententuan yang terdapat dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000, maka sudah seharusnya pekerja/buruh membentuk suatu wadah yang terorganisasi dengan baik guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Selain daripada itu berikut dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau pihak-pihak lain :
1.    UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2.    Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3.    UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
Bahkan dalam pasal 5 UU No. 21 Tahun 2000 tegas dinyatakan :
a.  Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
Sedangkan dalam pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh dinyatakan bahwa, siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
1.    Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi,
2.    Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh,
3.    Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
4.    Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam pasal 43 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh disebutkan bahwa pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh dalam pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja ataupun manakut-nakuti dikenakan sanksi pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 500 juta.


JAM DAN KALENDER